AKUNTANSI A 2016

Thursday, December 8, 2016

Makalah Tasawuf Penyakit Hati dan Obatnya


PENYAKIT HATI DAN OBATNYA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf yang diampu oleh Bapak Moch. Cholid Wardi, M.H.I

Oleh Kelompok 1:
1. Sitti Mahmudah
2. Tsa’diyah
3. Nuranita Hidayati
4. Faridatul Laili
5. Novita Tri Buana Dewi



PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016


KATA PENGANTAR

            Assalaamu’alaikum, Wr. Wb.

             Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahi rabbil‘aalamiin.
             Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Semoga shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, tabiin, dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap ajaran yang telah dibawa beliau, sehingga makalah tentang “Penyakit Hati dan Obatnya” ini dapat terselesaikan.
            Dengan disusunnya makalah ini diharapkan kepada pembaca dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit hati orang-orang berakhlak dan bertasawuf serta mengetahui solusi atau obat untuk menyembuhkan penyakit hati tersebut. Sehingga dengan membaca isi dari makalah ini diharapkan dapat menjadi bekal kebaikan dunia dan akhirat.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kepada pembaca dan juga kepada Dosen mata kuliah, kami mengharapkan saran dan kritik untuk penyusunan makalah yang selanjutnya akan ditugaskan.
             Demikian, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.
            Amiin. Yaa Rabbal‘aalamiin.
            Wassalaamu’alaikum, Wr. Wb.

Pamekasan, 07 Oktober 2016

Kelompok 1



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I      PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.  Tujuan........................................................................................................ 1
D.  Manfaat Penulisan.................................................................................... 2
E.   Metode Penulisan..................................................................................... 2
BAB II    PEMBAHASAN
A.  Pengertian Penyakit Hati.......................................................................... 3
B.  Macam-Macam Penyakit Hati................................................................. 3
C.  Obat-Obat Penyakit hati.......................................................................... 10
BAB III  PENUTUP
A.  Kesimpulan............................................................................................... 14
B.  Kritik dan Saran....................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 15
LEMBAR KERJA................................................................................................. 16
DAFTAR NAMA DAN NILAI KELOMPOK 1.................................................. 17


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT. yang memiliki dua dimensi, dimensi lahiriyah dan dimensi rohaniyah. Manusia diberi kekuatan dan kesempatan untuk mengendalikan dimensi tersebut. Proses inilah yang menjadi sakral dalam tatanan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan dari pengendalian dimensi ini, manusia akan terbentuk menjadi manusia sehat atau manusia sakit. Sehat atau sakitnya manusia lebih cenderung ditujukan pada persoalan batin (hati).
Hati adalah bagian yang sangat penting daripada manusia. Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh amal kita. Nabi Muhammad SAW. bersabda:
” أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ.“ رواه البخاري ومسلم.
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)[1]
Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.
B.  Rumusan Masalah
       a.       Apa pengertian penyakit hati?
       b.      Apa saja macam-macam penyakit hati?
       c.       Bagaimana cara mengobati penyakit hati?
C.  Tujuan
       a.       Untuk mengetahui pengertian penyakit hati;
       b.      Untuk mengetahui macam-macam penyakit hati;
       c.       Untuk mengetahui obat-obat  penyakit hati.
D.  Manfaat Penulisan
       a.       Untuk menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Akhlak Tasawuf;
       b.      Sebagai baahan ajar bagi pembaca;
       c.       Sebagai bahan refrensi.
E.  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode pustaka dan metode googling, dimana kami mencari hadits atau dalil al-Qur’an sebagai dasar pada isi makalah ini dengan bantuan internet dan referensi beberapa buku tentang penyakit hati dan obat-obatnya yang kami miliki dan yang ada di perpustakaan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Penyakit Hati
Penyakit hati adalah perasaan tidak enak yang muncul di dalam diri manusia sehingga menyebabkan hatinya menjadi terasa tidak tenang, gelisah, dan waswas. Perasaan tidak enak itu mirip seperti sebuah virus yang sering menyerang komputer. Ia muncul karena adanya sesuatu yang tidak beres di dalam hati dan pikiran manusia.[2] Allah SWT berfirman:
كَانُوا  بِمَا اللَّهُ مَرَضًا, وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ  فَزَادَهُمُ مَرَضٌ قُلُوبِهِمْ فِي
.يَكْذِبُونَ
Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu di tambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (Q.S. Al-Baqarah:10)[3]
لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم
.وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ
Artinya: “Agar dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang didalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya, dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat jauh.” (Q.S. Al-Hajj:53)[4]

B.  Macam-Macam Penyakit Hati
Macam-macam penyakit hati dalam akhlak tasawuf adalah sebagai berikut:
1.    ‘Ananiyah
‘Ananiyah berasal dari kata ana artinya aku, ananiyah berarti keakuan. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain.[5] Allah SWT. berfirman:
فَخُورًا مُخْتَالًا كَانَ مَنْ يُحِبُّ لَا اللَّهَ إِنَّ
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT. tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Q.S. An-Nisa’: 36)[6]
Contohnya, pada saat musyawarah untuk pemilihan OSIS di sekolah, kamu mengajukan usul atau saran yang kamu miliki. Akan tetapi bukan berarti usul tersebut harus diterima oleh semua peserta musyawarah. Karena untuk mencapai mufakat keputusan akhir harus berdasarkan kepentingan bersama.

2.    Ghadab
Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian, ketegangan yang terjadi dalam aktivitas itu tidak mereda, bahkan bertambah untuk menyalurkan ketegangan-ketegangan itu, individu yang bersangkutan menjadi marah, karena tujuannya tidak tercapai.[7]
Hadits tentang larangan marah:
أَوْصِنِيْ ،:عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ   رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ . (( لَا تَغْضَبْ )): ؛ قَالَ ارً دَّدَ مِرَرَاف . لَا تَغْضَبْ: قَالَ
 Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Nabi Muhammad SAW.: ‘Berilah aku wasiat.’ Nabi Muhammad SAW. bersabda: ‘Janganlah engkau marah’, beliau mengulanginya beberapa kali dan bersabda: “Janganlah engkau marah.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)[8]
Islam mengajarkan kita untuk memilih sifat pemaaf terhadap sesama. Seperti memaafkan perilaku teman yang pernah menghina kita baik yang disengaja ataupun tidak disengaja. Sikap mudah pemberi maaf kepada orang lain memang bukan mudah untuk dilakukan. Sikap ini hanya dimiliki oleh orang yang bertakwa kepada Allah SWT.

3.    Riya’
Kata riya’ diambil dari kata dasar ar-ru’yah yang artinya memancing perhatian orang lain agar dinilai sebagai orang baik. Riya’ merupakan salah satu sifat tercela yang harus dibuang jauh-jauh dalam jiwa kaum muslim karena riya’menggugurkan amal ibadah. Riya’ adalah memperlihatkan diri kepada orang lain. Maksudnya beramal bukan karena Allah SWT., tetapi karena manusia.[9]
Menurut Ahlul Kasyaf, sikap riya' itu merupakan sikap yang mengantarkan seseorang kepada ketidak-ikhlasan. Padahal, Allah SWT. sudah memberikan batasan, bahwa setiap hamba hanya boleh melakukan sesuatu semata-mata untuk menjaga kesan tentang dirinya di hadapan Allah SWT. Karena sebagai hamba Allah SWT sudah sepatutnya berusaha memberi kesan yang baik.[10]
Sifat riya’ dapat muncul dalam beberapa bentuk kegiatan, di antaranya[11]:
a.         Riya’ dalam beribadah
Orang riya’ biasanya memperlihatkan kekhusyukan apabila dia berada di tengah-tengah jamaah atau karena orang lain yang melihatnya.
b.        Riya’ dalam berbagai kegiatan
Orang yang riya’ biasanya rajin dan tekun bekerja selama ada orang yang melihat. Dia bekerja seolah-olah penuh semangat, padahal dalam hati kecilnya tidak demikian. Ia rajin bekerja apabila ada pujian, tetapi apabila tidak ada lagi yang memuji, semangatnya menurun.
c.         Riya’ dalam berderma atau bersedekah
Apabila mendermakan hartanya kepada orang lain, orang riya’ bermaksud bukan karena ingin menolong dengan ikhlas, tetapi ia berderma supaya dikatakan sebagai dermawan dan pemurah.
d.        Riya’ dalam berpakaian
Orang yang riya’ biasanya memakai pakaian yang bagus, perhiasan yang serba mahal dan dan beragam dengan harapan agar dia disebut orang kaya.
Allah SWT. berfirman:

يُرَاءُونَ هُمْ الَّذِينَ (٥)سَاهُونَ صَلاتِهِمْ عَنْ هُمْ الَّذِينَ (٤)لِلْمُصَلِّينَ فَوَيْلٌ (٦)
Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat karena riya’.” (Q.S. Al-Ma’un: 4-6)[12]

4.    Dengki
Dalam bahasa Arab dengki disebut hasad, yaitu perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi dimiliki oleh orang lain, kemudian dia menyebarkan berita bahwa yang dimiliki orang tersebut diperoleh dengan tidak sewajarnya.[13]
Menurut Imam Al-Ghazali, dengki adalah membenci kenikmatan yang diberikan Allah SWT. kepada orang lain dan ingin agar orang tersebut kehilangan kenikmatan itu.[14]
Hasad merupakan penyakit jiwa yang berbahaya dan berpengaruh terhadap hubungan sosial manusia. Seorang yang memiliki jiwa hasad tidak akan merasa tenang sebelum dapat membalas dan menghancurkan orang yang di hasad-nya, bahkan dia dapat menghilangkan nikmat yang menjadi penyebab hasad. Oleh karena itu, hasad akan menimbulkan perbuatan yang merusak masyarakat, akan menimbulkan kehancuran, dan perpecahan. Hasad tidak terjadi kecuali karena suatu nikmat yang diberikan Allah SWT. kepada seseorang. Barang siapa yang membenci nikmat dan menginginkan hilangnya nikmat dari saudaranya yang muslim, maka orang itu termasuk yang hasad. Oleh karena itu definisi hasad adalah membenci nikmat yang diberikan Allah SWT. kepada orang lain dan menginginkan hilangnya nikmat itu. Hasad termasuk sifat orang-orang kafir, munafik, dan lemah imannya, sifat orang yang tidak mau terima terhadap saudaranya seagama yang telah mendapat nikmat dari Allah SWT.[15]
     Contohnya jika temanmu mempunyai “Gadget”. Kamu juga ingin mempunyai gadget yang dimiliki temanmu itu. Padahal kenyataannya kamu tidak punya. Karena kamu tidak senang dengan apa yang dimiliki temanmu itu, kamu ingin gadget itu hilang atau rusak. Atau kamu sendiri yang merusaknya.
Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan hasad[16]:
a.       Karena kejahilan terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu Syar’i , sehingga dengan keenakannya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
b.      Disebabkan hasad atau dengki yang akan menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
c.        Hati yang kotor jauh dari bimbingan syariat, sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas kalu sekiranya orang lain saling bermusuhan dan saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor dan sakit hatinya maka hasad merupakan suatu jalan baginya untuk mengotori hatinya.
d.      Karena berteman dengan orang-orang yang suka berbuat hasad, sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk melakukan hasad tersebut.

5.    Ghibah
Al-Ghazali menjelaskan bahwa ghibah adalah menuturkan sesuatu yang berkaitan dengan orang lain yang apabila penuturan itu sampai pada yang bersangkutan, ia tidak menyukainya.[17]
An-Nawawi menjelaskan bahwa ghibah adalah menuturkan keburukan orang lain, baik yang dibicarakannya itu ada pada badannya, agamanya, dunianya, dirinya, kejadiannya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istri atau suaminya, pembantu rumah tanggganya, pakaiannya, gaya berjalannya, gerakannya, senyumnya, cemberutnya, air mukanya, atau yang lainnya. Tetap disebut ghibah baik dengan lisan maupun tulisan, atau yang berbentuk rumus, isyarat dengan mata, tangan, kepala, atau yang lain.[18]
Al-Qahthani menuturkan beberapa sebab kemunculan perbuatan ghibah[19]:
1.    Melampiaskan kebencian;
2.    Dengki kepada seseorang;
3.    Keinginan meninggikan status sendiri dan merendahkan status orang lain;
4.    Bergaul dengan orang-orang tidak baik;
5.    Bangga menjadi ahli maksiat; dan
6.    Menganggap remeh orang lain.

6.    Kufur
        Kufur secara bahasa berarti menutupi. Kufur adalah kata sifat dari kafir. Jadi, kafir adalah orangnya, sedangkan kufur adalah sifatnya. Menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah SWT. dan rasul-Nya, baik dengan mendustakan atau tidak mendustakan.[20]
Kufur adalah keadaan tidak percaya atau tidak beriman kepada Allah SWT. Dengan demikian orang kafir adalah orang yang tidak percaya atau tidak beriman kepada Allah SWT., baik orang tersebut bertuhan selain Allah SWT. maupun tidak bertuhan, seperti apabila komunis (ateis).[21]

7.    Syirik
Syirik berasal dari akar kata syaraka-yasyraku-syirkan-fahuwa syaarikun, kemudian mendapatkan awalan alif menjadi asyraka-yusyriku-isyrakan-fahuwa musyrikun, artinya mencampurkan atau menyekutukan, campur aduk, tidak karuan, bersyarikat, dan lain-lain. Dengan kata lain, syirik merupakan lawan kata ikhlash,yang artinya murni, bersih tidak tercampur dengan sesuatu. Pelakunya disebut mukhlish.[22]
Definisi umum adalah menyamakan sesuatu dengan Allah SWT. Dalm hal-hal yang secara khusus dimiliki Allah SWT.[23]
Syirik ada dua macam, yaitu syirik akbar (syirik besar) dan syirik ashgar (syirik kecil). Syirik akbar adalah menjadikan sekutu selain Allah SWT. lalu menyembahnya. Syirik ashgar adalah setiap perbuatan yang menjadi perantara menuju syirik akbar, atau perbuatan yang dicap syirik oleh nash, tetapi tidak sampai mencapai derajat syirik akbar.[24]

8.    Nifak atau Munafik
Nifak adalah nama sifat dari perilaku manusia, sedangkan munafik adalah oarang yang mempunyai sifat munafik.
Menurut Abu Ahmadi (1991: 42-48), nifak atu munafik adalah lawan kata “terus terang” atau “terang-terangan”. Dengan kata lain, nifak berarti menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung di dalam hati.[25]
Ciri-ciri khusus dari orang munafik telah dijelaskan oleh Allah SWT. sebagai kaum yang suka menimbulkan kerusakan, gemar melakukan kejahatan, dan suka membuat malapetaka.[26]
Kaum munafik adalah sumber segala bahaya yang sering mengancam berbagai bangsa di kawasan negara. Penyebab utamanya adalah mereka berpura-pura bersikap baik terhadap musuh, tetapi di dalam hatinya mereka sedang mencari kelemahan lawan. Tujuannya adalah mencari keuntungan bagi mereka sendiri, walaupun kelakuan itu harus mengorbankan bangsanya.[27]

C.  Obat-Obat Penyakit Hati
Hati yang bersih (syarat dengan iman yang benar dan mendorong tumbuh suburnya amal shaleh) merupakan salah satu syarat masuk surga. Menurut Nabi Muhammad SAW.: “Orang-orang terhormat umatku tidaklah masuk surga disebabkan banyaknya ibadah shalat atau puasa, tetapi mereka masuk surga justru sebab dengan hati yang salim (sehat), kedermawanan jiwa, dank arena kasih sayang kepada segenap kaum muslimin.” (Al-Hadits).[28]
Syarat pertama dan utama masuk surga, menurut hadis tersebut, bukanlah ibadah shalat atau puasa yang banyak, tetapi justru di samping hal tersebut ialah keadaan hati yang bersih, yang tidak dikotori oleh berbagai penyakit hati yang biasa membebani. Maka benarlahorang berkata: “Jagalah hati, jangan kau kotori; jagalah hati cahaya Ilahi,” dalam arti bahwa hati yang kita miliki harus dijaga dari berbagai yang sangat merugikan, dan wajib dijaga dengan sebaik-baiknya agar cahaya Ilahi ditempatkan di sana, yakni iman. Iman yang akan membawa kita memperoleh rahmat dan ridha-Nya wajib kita jaga dan suburkan.[29]
         1.      Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah obat bagi segala penyakit baik itu rohani ataupun jasmani. Untuk mengobati penyakit hati dalam akhlak tasawuf, bisa dengan membaca atau mendengarkan ayat-ayat suci al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri juga menjelaskan di dalamnya bahwa al-Qur’an itu berfungsi sebagai obat dan rahmat dari Allah Swt. Berikut adalah firman Allah SWT. yang berkaitan dengan obat atau penawar:
إِلاَّخَسَارًا الظَّالِمِيْنَ يَزِيْدُ وَلاَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ شِفَاءٌوَرَحْمَةٌ هُوَ مَا الْقُرْآنِ مِنَ وَنُنَزِّلُ
Artinya: “Dan Kami turunkan dari al Quran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Q.S. Al-Isra’: 82)[30]
2.      Shalat
Shalat adalah amal yang pertama kali diminta  pertanggungjawaban oleh Allah SWT. kelak. Dengan shalat hati kita akan terasa tenang dan tenteram. Dengan demikian, penyakit-penyakit yang ada di hati kita secara tidak langsung akan terhapuskan walaupun sedikit demi sedikit.
3.      Membersihkan hati dengan dzikrullah
Hati yang senantiasa melakukan dzikrullah laksana sebidang tanah pertanian yang selalu disirami air bersih dan diberi pupuk kandang/urea, tentu akan menjadi kawasan yang subur dan menghasilkan tanaman yang indah dan bersih. Hati diberi konsumsi dzikrullah akan menjelma bagaikan sebuah botol kristal yang putih bersih karena selalu digosok oleh alat penggosok yang diperuntukkan untuk itu. Selam alat penggosok itu digunakan untuk menggosok bagian dalam, hasilnya botol kristal pasti bersih dan berkilau.[31]
Banyak berdzikir kepada Allah SWT. membuat seseorang bersih dari sifat munafik. Karena orang-orang munafik sedikit berdzikir kepada-Nya. Allah SWT. berfirman tentang orang-orang munafik, “Dan tidaklah mereka menyebut Allah SWT kecuali sedikit sekali.” (Q.S. An-Nisaa’: 142). Ka’ab ra. berkata,” siapa yang banyak berdzikir kepada Allah SWT., niscaya akan terbebas dari sifat munafik.” Oleh karena itu, Allah SWT. menutup surah Al-Munafiqin dengan firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah SWT. Barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Q.S. Al-Munafiqin: 9) Dalam ayat tersebut terdapat peringatan tentang fitnah orang-orang munafik yang lalai dari berdzikir kepada Allah SWT. sehingga mereka jatuh dalam kemunafikan. Seorang sahabat ditanya tentang Khawarij, apakah mereka orang munafik? Ia menjawab, bukan, karena orang-orang munafik sedikit sekali berdzikir kepada Allah SWT. (sedang mereka banayak berdzikir).” Ini adalah tanda kemunafikan, sedikit berdzikir kepada Allah SWT., sedangkan banyak berdzikir kepada Allah SWT. akan membersihkan seseorang dari sifat kemunafikan. Allah SWT. tidak akan menetapkan kemunafikan kepada hati yang sering berdzikir kepada-Nya. Karena kemunafikan itu hanyalah bagi hati yang lalai dari berdzikir kepada Allah SWT.[32]
           4.      Doa
Doa adalah salah satu obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan penyakit hati. Ia adalah musuh bencana. Ia bisa menghadang bencana dan menanggulanginya. Ia sanggup mencegah turunnya bencana, memecahkannya atau meringankannya ketika bencana sudah turun. Ia adalah senjata kaum mukmin. Sebuah hadits riwayat ‘Ali bin Abi Thalib disebutkan dalam kitab Shahih karya Al-Hakim bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Doa adalah senjata kaum mukmin, tiang agama, dan cahaya langit dan bumi.”[33]
            5.      Wudhu
Wudhu juga bisa dijadikan obat untuk penyakit hati. Penyakit hati di antaranya yaitu marah. Jika kita dalam keadaan marah, kemudian kita berwudhu hati kita akan terasa lebih tenang. Adanya kesadaran akan melahirkan ketersambungan hati dengan Allah SWT. Saat berkumur-kumur misalnya, sadari dan niatkan bahwa air yang masuk ke mulut bukan sekadar membersihkan kotoran lahir, tapi juga dosa-dosa yang pernah terucap lewat lisan. Demikian pula saat mencuci telapak tangan, membersihkan lubang hidung, membasuh muka, membasuh tangan sampai siku, dan sebagainya. Niatkan sebagai sarana pembersihan dosa yang ada pada bagian-bagian tubuh tersebut.





BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Penyakit hati adalah perasaan tidak enak yang muncul di dalam diri manusia sehingga menyebabkan hatinya menjadi terasa tidak tenang, gelisah, dan waswas. Penyakit hati di antaranya seperti, ‘ananiyah, ghadab, riya’, dengki, ghibah, dan yang lainnya. Penyakit hati tersebut dapat diobati dengan membaca atau mendengarkan ayat-ayat suci al-Qur’an, slalat, berdzikir kepada Allah SWT., berdo’a, dan berwudhu. Dengan melakukan hal-hal tersebut hati kita akan terasa tenang dan terteram bahkan akan bersih dari penyakit hati.
B.  Kritik dan Saran
Menurut saya, dewasa  ini manusia khususnya orang Islam sendiri sudah lupa akan nikmat yang telah Allah SWT. limpahkan kepada kita, sehingga kita jarang bahkan lupa untuk selalu bersyukur kepada-Nya. Baik bersyukur melalui ibadah shalat, membaca al-Qur’an, dan berdzikir kepada Allah SWT. Sehingga penyakit-penyakit hati yang muncul karena nafsu yang dimiliki oleh manusia itu sendiri akan mudah masuk, sebab hatinya telah jarang menyebut asma Allah SWT.
Maka dari itu, tingkatkanlah ibadah kita kepada Allah SWT. agar terjauhi dari penyakit-penyakit hati yang akan merugikan kita dan orang lain.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Hajjamy, Abu Abdirrahman. “Segumpal Daging itu adalah Penyakit Hati”, Alamiyah’s Blog. https://alamiyah.wordpress.com/2014/05/27/segumpal-daging-itu-adalah-hati-ust-abu-abdirrahman-al-hajjamy-ma/.
Al-Jauziyah, Ibnul Qayyim. Zikir Cahaya Kehidupan. Jakarta: Gema Insani, 2002.
Al-Jauziyah, Ibnul Qayyim. Pengobatan Komprehensif Penyakit Hati . Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf . Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Barozi, Ahmad dan Abu Azka Fathin Mazayasyah. Penyakit Hati dan Penyembuhannya. Yogyakarta: Darul Hikmah, 2008.
 Hadi, Yunus. “Pengertian Ananiyah, Ghadab, Hasad, ghibah, dan Namimah”, Blognya Yunus Hadi. yunushadi.blogspot.co.id/2014/09/a.html?m=1.
Hamidy, Zainuddin dan Fachruddin Hs. Tafsir Qur’an. Jakarta: Fa. Wijaya, 1979.
Munir, Sirojudin. Terjemah Hadits Arba’in An-Nawawiyah. Semarang: Pustaka Nuun, 2012.
Nawawi, Rif’at Syauqi. Kepribadian Qur’ani. Jakarta: Amzah, 2014.
Jakarta: Prenada Media Group, 2004.
Rahman, Taufik. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Shaleh, Abdul Rahman. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. 
Solichin, Muhammad Muchlis. Pendidikan Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: SUKA-press UIN Sunan Kali Jaga, 2012.
Toriqqudin, Moh. Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang: UIN-Malang press, 2008.



LEMBAR KERJA
1.    Apa perbedaan antara penyakit hati dalam ilmu Akhlak Tasawuf dan penyakit hati dalam ilmu psikologi?
2.    Bagaimana menurut Anda agar terhindar dari sifat ‘ananiyah?
3.    Apakah defini dzikrullah menurut Anda?
4.    Bagaimana shalat bisa menenangkan hati kita?
5.    Bagaimana caranya agar hati kita senantiasa terarah pada kebaikan?
6.    Al-Qur’an bisa menyembuhkan penyakit jasmani. Berikan contoh dan sebutkan doanya!
7.    Apakah ada sisi positif dari orang yang mempunyai penyakit hati? Jika ada coba jelaskan!


DAFTAR NAMA DAN NILAI KELOMPOK 1
No.
Nama
Nilai
Makalah
Nilai
Kelompok
Nilai
Pribadi
1.
Sitti Mahmudah



2.
Tsa’diyah



3.
Nuranita Hidayati



4.
Faridatul Laili



5.
Novita Tri Buana Dewi






[1] Abu Abdirrahman Al-Hajjamy, “Segumpal Daging itu adalah Penyakit Hati”, Alamiyah’s Blog diakses dari https://alamiyah.wordpress.com/2014/05/27/segumpal-daging-itu-adalah-hati-ust-abu-abdirrahman-al-hajjamy-ma/, pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul 23.00
[2] Ahmad Barozi dan Abu Azka Fathin Mazayasyah, Penyakit Hati dan Penyembuhannya (Yogyakarta: Darul Hikmah, 2008), hlm. 19.
[3] Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs., Tafsir Qur’an (Jakarta: Fa. Wijaya, 1979), hlm. 4.
[4] Ibid. hlm. 485.
[5] Yunus Hadi, “Pengertian Ananiyah, Ghadab, Hasad, ghibah, dan Namimah”, Blognya Yunus Hadi, diakses dari yunushadi.blogspot.co.id/2014/09/a.html?m=1, pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 11.10
[6] Hamidy, Tafsir Qur’an, hlm. 117.
[7] Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta: Prenada media group, 2004), hlm. 176.
[8] Sirojudin Munir, Terjemah Hadits Arba’in An-Nawawiyah (Semarang: Pustaka Nuun, 2012), hlm. 18.
[9] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 137.
[10] Ahmad Barozi, Penyakit Hati, hlm. 175.
[11] Ibid. hlm. 137-139.
[12] Hamidy, Tafsir Qur’an, hlm. 932.
[13] Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 132.
[14] Ibid.
[15] Moh. Toriqqudin, Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern (Malang: UIN-Malang press, 2008), hlm. 92-93.
[16] Muhammad Muchlis Solichin, Pendidikan Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: SUKA-press UIN Sunan Kali Jaga, 2012), hlm. 109.
[17] Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 135.
[18] Ibid.
[19] Ibid. hlm. 137.
[20] Ibid. hlm. 125.
[21] Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 35.
[22] Ibid. hlm. 57.
[23] Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 122.
[24] Ibid. hlm. 123.
[25] Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, hlm. 40.
[26] Ibid.
[27] Ibid.
[28] Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 200.
[29] Ibid.
[30] Hamidy, Tafsir Qur’an, hlm. 407.
[31] Nawawi, Kepribadian Qur’ani, hlm. 212.
[32]Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Zikir Cahaya Kehidupan (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 144-146.
[33]Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Pengobatan Komprehensif Penyakit Hati (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2006), hlm. 12.

 

No comments:

Post a Comment